ABSTRAKMar'atul Dini Latif Mahmudah. K1215031. ANALISIS KAJIAN STILISTIKA BUKU KUMPULAN PUISI PERIHAL GENDIS KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SERTA RELEVANSINYA DENGAN BAHAN AJAR MENULIS PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2019. Puisi"Aku Ingin" karya Sapardi termuat dalam kumpulan puisi Hujan Bulan Juni. Kumpulan puisi ini diterbitkan sebagai kumpulan puisi pertama kali oleh Grasindo pada tahun 1994. Pembahasan "Aku Ingin" yang ditulis oleh Sapardi berdasarkan teori hermeneutika harus dianalisis berdasarkan keotonoman teks puisi secara ajek. KumpulanSajak, 1982. ANGIN, 2 Oleh : Sapardi Djoko Damono. Angin pagi menerbangkan sisa-sisa unggun api yang terbakar semalaman. Seekor ular lewat, menghindar. Lelaki itu masih tidur. Ia bermimpi bahwa perigi tua yang tertutup ilalang panjang di pekarangan belakang rumah itu tiba-tiba berair kembali. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982. Thesource of research data is Suti's novel by Sapardi Djoko Damono. The data in this study are excerpts of dialogue and narration in Suti's novel by Sapardi Djoko Damono. Data analysis techniques were carried out in stages according to Miles and Huberman with steps including: (1) data reduction stages; (2) data presentation stage; (3 Sabtu 06 Mar 2021, 7: 27 am - Puisi. Lihat Foto. Foto: Sapardi Djoko Damono/ist. Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, 20 Maret 1940. Lulus fakultas Sastra UGM tahun 1964. Semasa mahasiswa telah pula sibuk dengan kegiatan seni: mengasuh acara sastra RRI Yogyakarta, menyelenggarakan diskusi dan lomba kesenian, menerjemahkan, main dan DjokoDamono. Sapardi Djoko Damono dikenal dari puisi-puisi ciptaannya yang sederhana namun penuh makna. Tidak hanya puisi, beliau juga membuat karya-karya lain seperti novel salah satunya yang berjudul "Suti" yang diterbitkan pada tahun 2015. Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940 dan berkebangsaan Indonesia. ByDestiara Cahaya On Senin, Januari 20th, 2014 Categories : Puisi. Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono - Sapardi Djoko Damono merupakan maestro puisi yang sangat handal, puisi-puisi nya begitu menyentuh dan dengan kata-kata yang sederhana namun mampu memiliki arti yang dalam. Beliau lahir di surakarta 73 tahun silam tepatnya 20 maret 1940. KUMPULANPUISI TERBAIK - 1 HUJAN BULAN JUNI Sapardi Djoko Damono tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu Datauntuk penelitian berupa diksi dalam kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Data dianalisis secara struktur dan diksi. Hasil analisis tersebut kemudian diimplementasikan sebagai bahan ajar sastra. 3.1 Struktur Puisi Karya Sapardi Djoko Damono 3.1.1 Pada Suatu Hari Nanti pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi 2015Ballada Arakian.pdf. Kumpulan puisi yang terdiri atas tiga buku berbeda ini ini, Ballada Arakian, Kota Perbatasan, dan Sang Pencari Lobster, dibuka dengan sebuah sajak yang berbicara tentang tragedi. Sajak berjudul 'Tak Ada Mimpi di Negeri Ini' adalah sepotong sajak yang sarat makna ketika ditempatkan sebagai pembuka kumpulan karena 48ysuV. Ilustrasi. Kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono, salah satunya Hujan Bulan Juni CNNIndonesia/Fajrian Jakarta, CNN Indonesia - Puisi Sapardi Djoko Damono memiliki tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Meski beberapa puisinya sederhana dan singkat, tetapi karya-karyanya tersebut punya makna mendalam dan menyentuh hati. Salah satu puisi Sapardi yang terkenal berjudul Hujan Bulan Juni. Selain itu, masih ada beberapa karyanya yang tak lekang oleh waktu. Beberapa di antaranya adalah Duka-Mu Abadi, Yang Fana adalah Waktu, Perahu Kertas, Hatiku Selembar Daun, Sihir Hujan, Sajak Kecil tentang Cinta, dan masih banyak lagi. Sejumlah puisinya juga telah banyak digubah menjadi lagu atau dimusikalisasi sehingga membuatnya makin populer dikenal di kalangan anak muda. Puisi Sapardi Djoko Damono Ilustrasi. Kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono, salah satunya Hujan Bulan Juni CNN Indonesia/Safir Makki Dihimpun dari berbagai sumber, berikut kumpulan puisi dari sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 ini. 1. Duka-Mu Abadi Dukamu adalah dukakuAir matamu adalah air matakuKesedihan abadimuMembuat bahagiamu sirnaHingga ke akhir tirai hidupmuDukamu tetap abadi Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup iniBerbekalkan sejuta dukamuMengiringi setiap langkahkuMenguji semangat jitukuKarena dukamu adalah dukakuAbadi dalam duniaku! Namun dia datangMeruntuhkan segala penjara rasaMembebaskan aku dari derita iniDukamu menjadi sejarah silamDasarnya 'ku jadikan asasMembangunkan semangat baruBiar dukamu itu adalah dukakuTindakanku biarkan ia menjadi pemusnahku! 2. Sementara Kita Saling Berbisik Sementara kita saling berbisikuntuk lebih lama tinggalpada debu, cinta yang tinggal berupabunga kertas dan lintasan angka-angka Ketika kita saling berbisikdi luar semakin sengit malam harimemadamkan bekas-bekas telapak kaki,menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar Ada yang masih bersikeras abadi 3. Yang Fana adalah Waktu Kita abadi memungut detik demi detikmerangkainya seperti bungasampai pada suatu harikita lupa untuk apa "Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamuKita abadi 4. Perahu Kertas Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertasdan kau layarkan di tepi kali; alirnya sangat tenangdan perahumu bergoyang menuju lautan. "Ia akan singgah di bandar-bandar besar," kata seorang lelaki sangat gembira, pulang dengan berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu. Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,"Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit" 5. Hatiku Selembar Daun Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumputnanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di siniada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luputsesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi. 6. Sihir Hujan Hujan mengenal baik pohon, jalan,dan selokan - suaranya bisa dibeda-bedakan;kau akan mendengarnya meski sudah kau tutup pintu dan sudah kau matikan lampu. Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuhdi pohon, jalan dan selokan -menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduhwaktu menangkap wahyu yang harus kau rahasiakan 7. Aku Ingin Aku ingin mencintaimu dengan sederhanadengan kata yang tak sempat diucapkankayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhanadengan isyarat yang tak sempat disampaikanawan kepada hujan yang menjadikannya tiada 8. Pada Suatu Hari Nanti Pada suatu hari nanti,jasadku tak akan ada lagi,tapi dalam bait-bait sajak ini,kau tak akan kurelakan sendiri Pada suatu hari nanti,suaraku tak terdengar lagi,tapi di antara larik-larik sajak akan tetap kusiasati, Pada suatu hari nanti,impianku pun tak dikenal lagiNamun di sela-sela huruf sajak ini,kau tak akan letih-letihnya kucari 9. Hujan Bulan Juni Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Junidirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Junidihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Junidibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 10. Sajak Kecil tentang Cinta Mencintai angin harus menjadi siutMencintai air harus menjadi ricikMencintai gunung harus menjadi terjalMencintai api harus menjadi jilat Mencintai cakrawala harus menebas jarakMencintaimu harus menjelma aku 11. Sajak Tafsir Kau bilang aku burung?Jangan sekali-kali berkhianatkepada sungai, ladang, dan batu. Aku selembar daun terakhiryang mencoba bertahan di rantingyang membenci angin. Aku tidak suka membayangkankeindahan kelebat dirikuyang memimpikan tanah,tidak mempercayai janji api yang akanmenerjemahkanku ke dalam bahasa abu. Tolong tafsirkan aku sebagai daun terakhiragar suara angin yang meninabobokanranting itu padam. Tolong tafsirkan aku sebagai hasratuntuk bisa lebih lama bersamamu. Tolong ciptakan makna bagiku,apa saja - aku selembar daun terakhiryang ingin menyaksikanmu bahagiaketika sore tiba. 12. Ia Tak Pernah Ia tak pernah berjanji kepada pohonuntuk menerjemahkan burungmenjadi api Ia tak pernah berjanji kepada burunguntuk menyihir apimenjadi pohon Ia tak pernah berjanji kepada apiuntuk mengembalikan pohonkepada burung Itulah kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang populer. Semoga bermanfaat! juh KUMPULAN PUISI TERBAIK - 1 HUJAN BULAN JUNI Sapardi Djoko Damono tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu PADA SUATU HARI NANTI Sapardi Djoko Damono pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi tapi dalam bait-bait sajak ini kau tak akan kurelakan sendiri pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati pada suatu hari nanti impianku pun tak dikenal lagi namun di sela-sela huruf sajak ini kau tak akan letih-letihnya kucari KUMPULAN PUISI TERBAIK - 2 METAMORFOSIS Sapardi Djoko Damono ada yang sedang menanggalkan kata-kata yang satu demi satu mendudukkanmu di depan cermin dan membuatmu bertanya tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini ada yang sedang diam-diam menulis riwayat hidupmu menimbang-nimbang hari lahirmu mereka-reka sebab-sebab kematianmu ada yang sedang diam-diam berubah menjadi dirimu SIHIR HUJAN Sapardi Djoko Damono Hujan mengenal baik pohon, jalan, dan selokan - swaranya bisa dibeda-bedakan; kau akan mendengarnya meski sudah kaututup pintu dan jendela. Meskipun sudah kau matikan lampu. Hujan, yang tahu benar membeda-bedakan, telah jatuh di pohon, jalan, dan selokan - - menyihirmu agar sama sekali tak sempat mengaduh waktu menangkap wahyu yang harus kaurahasiakan YANG FANA ADALAH WAKTU Sapardi Djoko Damono Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. "Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. Kita abadi. KUMPULAN PUISI TERBAIK - 3 AKU INGIN Sapardi Djoko Damono Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada AKU Chairil Anwar Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang 'kan merayu Yidak juga kau Tak perlu sedu-sedan itu Aku ini binatang jalan Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG Emha Ainun Naijb Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia, yang teramat menyakitkan ini, denganmu Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah KUMPULAN PUISI TERBAIK - 4 persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya, kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang, kupeluk, kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya, kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap, kusayang-sayang. TAHAJJUD CINTAKU Emha Ainun Najib Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya KUMPULAN PUISI TERBAIK - 5 SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA Emha Ainun Najib Satu Masjid itu dua macamnya Satu ruh, lainnya badan Satu di atas tanah berdiri Lainnya bersemayam di hati Tak boleh hilang salah satunyaa Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu Dua Masjid selalu dua macamnya Satu terbuat dari bata dan logam Lainnya tak terperi Karena sejati Tiga Masjid batu bata Berdiri di mana-mana Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya Timbul tenggelam antara ada dan tiada Mungkin di hati kita Di dalam jiwa, di pusat sukma Membisikkannama Allah ta'ala Kita diajari mengenali-Nya Di dalam masjid batu bata Kita melangkah, kemudian bersujud Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna Empat Sangat mahal biaya masjid badan Padahal temboknya berlumut karena hujan Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan Masjid badan gmpang binasa Matahari mengelupas warnanya Ketika datang badai, beterbangan gentingnya Oleh gempa ambruk dindingnya Masjid ruh mengabadi Pisau tak sanggup menikamnya Senapan tak bisa membidiknya Politik tak mampu memenjarakannya KUMPULAN PUISI TERBAIK - 6 Lima Masjid ruh kita baw ke mana-mana Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya Sebab majid ruh adalah semesta raya Jika kita berumah di masjid ruh Tak kuasa para musuh melihat kita Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya Mereka menembak hanya bayangan kita Enam Masjid itu dua macamnya Masjid badan berdiri kaku Tak bisa digenggam Tak mungkin kita bawa masuk kuburan Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita Melampaui ujung waktu nun di sana Terbang melintasi seribu alam seribu semesta Hinggap di keharibaan cinta-Nya Tujuh Masjid itu dua macamnya Orang yang hanya punya masjid pertama Segera mati sebelum membusuk dagingnya Karena kiblatnya hanya batu berhala Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua Berkeliaran sebagai ruh gentayangan Tidak memiliki tanah pijakan Sehingga kakinya gagal berjalan Maka hanya bagi orang yang waspada Dua masjid menjadi satu jumlahnya Syariat dan hakikat Menyatu dalam tarikat ke makrifat Delapan Bahkan seribu masjid, sjuta masjid Niscaya hanya satu belaka jumlahnya Sebab tujuh samudera gerakan sejarah Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah Sesekali kita pertengkarkan soal bid'ah Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah Itu sekedar pertengkaran suami istri Untuk memperoleh kemesraan kembali KUMPULAN PUISI TERBAIK - 7 Para pemimpin saling bercuriga Kelompok satu mengafirkan lainnya Itu namanya belajar mendewasakan khilafah Sambil menggali penemuan model imamah Sembilan Seribu masjid dibangun Seribu lainnya didirikan Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun Tagihan masa depan kita cicilkan Seribu orang mendirikan satu masjid badan Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan Hadir engkau semua menyodorkan kawruh Seribu masjid tumbuh dalam sejarah Bergetar menyatu sejumlah Allah Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan Melainkan dengan hikmah kepemimpinan Allah itu mustahil kalah Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya 'Alal Falah! BEGITU ENGKAU BERSUJUD Emha Ainun Najib Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula telah engkau dirikan masjid Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid telah kau bengun selama hidupmu? Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit, memasuki alam makrifat Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan KUMPULAN PUISI TERBAIK - 8 Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud, karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud menjadilah engkau masjid DAUN MENANGIS Rukmi Wisnu Wardani Sehelai arti hidup melepaskan sayapnya Terlepas … Melayang tertiup angin Berputar menari … Kadang berlari Terjang landas Bentur 'kan tanah di sisi kaki berpijak Susut diri tenggelam dalam arus Terbawa petualang, Arungi bebatuan rawa Lelah sang helai … Manja' kan diri Tertidur sejenak Tak usai manja berpaling Tiupan arti hidup mengembara lagi Sampai kapan ? Tak' seorang pun yang tahu… Hanya " ia "……… KUMPULAN PUISI TERBAIK - 9 KATA Subagyo Sastrowardoyo Asal mula adalah kata Jagat tersusun dari kata Di balik itu hanya ruang kosong dan angin pagi Kita takut kepada momok karena kata Kita cinta kepada bumi karena kata Kita percaya kepada Tuhan karena kata Nasib terperangkap dalam kata Karena itu aku bersembunyi di belakang kata Dan menenggelamkan diri tanpa sisa TAPI Sutardji Calzoum Bachri aku bawakan bunga padamu tapi kau bilang masih aku bawakan resahku padamu tapi kau bilang hanya aku bawakan darahku padamu tapi kau bilang cuma aku bawakan mimpiku padamu tapi kau bilang meski aku bawakan dukaku padamu tapi kau bilang tapi aku bawakan mayatku padamu tapi kau bilang hampir aku bawakan arwahku padamu tapi kau bilang kalau tanpa apa aku datang padamu wah ! KUMPULAN PUISI TERBAIK - 10 SERATUS JUTA Taufik Ismail Umat miskin dan penganggur berdiri hari ini Seratus juta banyaknya Di tengah mereka tak tahu akan berbuat apa Kini kutundukkan kepala, karena Ada sesuatu besar luar biasa Hilang terasa dari rongga dada Saudaraku yang sirna nafkah, tanpa kerja berdiri hari ini Seratus juta banyaknya Kita mesti berbuat sesuatu, betapun sukarnya. MENCARI SEBUAH MESJID Taufiq Ismail Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan fondasinya batu karang dan pualam pilihan atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan dan kubahnya tembus pandang, berkilauan digosok topan kutub utara dan selatan Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran dengan warna platina dan keemasan berbentuk daun-daunan sangat beraturan serta sarang lebah demikian geometriknya ranting dan tunas jalin berjalin bergaris-garis gambar putaran angin Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya menyentuh lapisan ozon dan menyeru azan tak habis-habisnya membuat lingkaran mengikat pinggang dunia kemudian nadanya yang lepas-lepas disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas yang memperindah ratusan juta sajadah di setiap rumah tempatnya singgah Aku rindu dan mengembara mencarinya KUMPULAN PUISI TERBAIK - 11 Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya engkau berjalan sampai waktu asar tak bisa kau capai saf pertama sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu bershalatlah di mana saja di lantai masjid ini, yang luas luar biasa Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian yang menyimpan cahaya matahari kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita Aku rindu dan mengembara mencarinya Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya tempat orang-orang bersila bersama dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan dalam simpul persaudaraan yang sejati dalam hangat sajadah yang itu juga terbentang di sebuah masjid yang mana Tumpas aku dalam rindu Mengembara mencarinya Di manakah dia gerangan letaknya ? Pada suatu hari aku mengikuti matahari ketika di puncak tergelincir dia sempat lewat seperempat kuadran turun ke barat dan terdengar merdunya azan di pegunungan dan aku pun melayangkan pandangan mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan dia berkata "Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan" dia menunjuk ke tanah ladang itu dan di atas lahan pertanian dia bentangkan secarik tikar pandan kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran airnya bening dan dingin mengalir beraturan tanpa kata dia berwudhu duluan aku pun di bawah air itu menampungkan tangan KUMPULAN PUISI TERBAIK - 12 ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan hangat air terasa, bukan dingin kiranya demikianlah air pancuran bercampur dengan air mataku yang bercucuran. SAJAK SEONGGOK JAGUNG Rendra Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda yang kurang sekolahan. Memandang jagung itu, sang pemuda melihat ladang; ia melihat petani; ia melihat panen; dan suatu hari subuh, para wanita dengan gendongan pergi ke pasar ……….. Dan ia juga melihat suatu pagi hari di dekat sumur gadis-gadis bercanda sambil menumbuk jagung menjadi maisena. Sedang di dalam dapur tungku-tungku menyala. Di dalam udara murni tercium kuwe jagung Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda. Ia siap menggarap jagung Ia melihat kemungkinan otak dan tangan siap bekerja Tetapi ini Seonggok jagung di kamar dan seorang pemuda tamat SLA Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa. Hanya ada seonggok jagung di kamarnya. Ia memandang jagung itu dan ia melihat dirinya terlunta-lunta . KUMPULAN PUISI TERBAIK - 13 Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik. Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase. Ia melihat saingannya naik sepeda motor. Ia melihat nomor-nomor lotre. Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal. Seonggok jagung di kamar tidak menyangkut pada akal, tidak akan menolongnya. Seonggok jagung di kamar tak akan menolong seorang pemuda yang pandangan hidupnya berasal dari buku, dan tidak dari kehidupan. Yang tidak terlatih dalam metode, dan hanya penuh hafalan kesimpulan, yang hanya terlatih sebagai pemakai, tetapi kurang latihan bebas berkarya. Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan. Aku bertanya Apakah gunanya pendidikan bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing di tengah kenyataan persoalannya ? Apakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang menjadi layang-layang di ibukota kikuk pulang ke daerahnya ? Apakah gunanya seseorang belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja, bila pada akhirnya, ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata “ Di sini aku merasa asing dan sepi !” SAJAK JOKI TOBING UNTUK WIDURI Rendra Dengan latar belakang gubug-gubug karton, aku terkenang akan wajahmu. Di atas debu kemiskinan, aku berdiri menghadapmu. Usaplah wajahku, Widuri. Mimpi remajaku gugur di atas padang pengangguran. Ciliwung keruh, KUMPULAN PUISI TERBAIK - 14 wajah-wajah nelayan keruh, lalu muncullah rambutmu yang berkibaran Kemiskinan dan kelaparan, membangkitkan keangkuhanku. Wajah indah dan rambutmu menjadi pelangi di cakrawalaku DOA Amir Hamzah Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku? Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah terik. Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa angan ke bawah kursimu. Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya. Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak. Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu! HANYA SATU Amir Hamzah Timbul niat dalam kalbumu. Terbang hujan, ungkai badai Terendam karam Runtuh ripuk tamanmu rampak Manusia kecil lintang pukang Lari terbang jatuh duduk Air naik tetap terus Tumbang bungkar pokok purba Terika riuh redam terbelam Dalam gagap gempita guruh KUMPULAN PUISI TERBAIK - 15 Kilau kilat membelah gelap Lidah api menjulang tinggi Terapung naik Jung bertudung Tempat berteduh nuh kekasihmu Bebas lepas lelang lapang Di tengah gelisah, swara sentosa Bersemayam sempana di jemala gembala Juriat julita bapaku iberahim Keturunan intan dua cahaya Pancaran putera berlainan bunda Kini kami bertikai pangkai Di antara dua, mana mutiara Jauhari ahli lalai menilai Lengah langsung melewat abad Aduh kekasihku padaku semua tiada berguna Hanya satu kutunggu hasrat Merasa dikau dekat rapat Serpa musa di puncak tursina. BERDIRI AKU Amir Hamzah Berdiri aku di senja senyap Camar melayang menepis buih Melayah bakau mengurai puncak Berjulang datang ubur terkembang Angin pulang menyeduk bumi Menepuk teluk mengempas emas Lari ke gunung memuncak sunyi Berayun-ayun di atas alas. Benang raja mencelup ujung Naik marak mengerak corak Elang leka sayap tergulung dimabuk wama berarak-arak. Dalam rupa maha sempuma Rindu-sendu mengharu kalbu Ingin datang merasa sentosa Menyecap hidup bertentu tuju. KUMPULAN PUISI TERBAIK - 16 PADAMU JUA Amir Hamzah Habis kikis Segera cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu Satu kekasihku Aku manusia Rindu rasa Rindu rupa Di mana engkau Rupa tiada Suara sayup Hanya kata merangkai hati Engkau cemburu Engkau ganas Mangsa aku dalam cakarmu Bertukar tangkap dengan lepas Nanar aku, gila sasar Sayang berulang padamu jua Engkau pelik menarik ingin Serupa dara dibalik tirai Kasihmu sunyi Menunggu seorang diri Lalu waktu - bukan giliranku Matahari - bukan kawanku. SEHABIS TIDUR Joko Pinurbo Sehabis tidur lahan tubuh kita terus berkurang. Kita belum sempat bikin rumah atau tempat perlindungan, diam-diam sudah banyak yang merambah masuk, bermukim di jalur-jalur darah di kapling-kapling daging KUMPULAN PUISI TERBAIK - 17 di bukit-bukit sakit di ceruk-ceruk kenangan di kuburan-kuburan mimpi di jurang-jurang ingatan di gua-gua kata di sumber-sumber igauan Berdesakan, berebut ruang, sampai kita kehabisan tempat, sampai harus mengungsi ke luar badan HUH Zainuddin Tamir Koto kucoba mengintip kelam dari cahaya lilin sia sia petir tunggal menggelepar aku bagai debu menerawang angkasa sejuta mata menatap kepadaku yang bersembunyi di belakang cahaya lilin kucoba lagi mengintip kelam rembulan menyilau mataku angin pun rebah dan desauan daun daun jadi diam ditelan kelam SAJAK-SAJAK M. FADJROEL RACHMAN Puisi M. Fadjroel Rachman Sumber Pikiran Rakyat, Edisi 02/10/2007 Tolstoy Memenggal Napoleon angin dingin menginjak wajah perunggu berlin timur, kaki bernanah limbung tertatihtatih aku hanya ingin istirah,mengenang masa lampau sirna & kertap nyawa ketam liar terakhir badai berkeliaran di panggung mimpi, mengisap ludah katakata, selusin ayatayat feurbach KUMPULAN PUISI TERBAIK - 18 sepanjang sungai spree, angsa putih menjilati hujan beku & ranum bunga violet kesepian gemuruh ringkik-dengus kudakuda sejarah menyeret tolstoy memenggal kepala napoleon detik berbisik, "bukan napoleon, bukan robespiere,sejarah merambat seperti rumput liar." lenin mengeluh, kepala trotsky rekah cemerlang, letusan bunga darah menyembur mexico mayatmayat siapa menghitamungu bersimpuh di kakikaki perunggu tuan marx & engels? seekor gagak bertengger di kepala marx, melepas kotoran hitam tepat di hidung mancung hantuhantu malam menyusup digelap sejarah,melingkar sungai membelah postdam/berlin hujan tadi malam membersihkan debu menggumpal di bahu marx, di kumis kelabu engels aku menusuk mata beku kedua tuan penentang sejarah, menyelipkan airmata berlin timur bilahbilah perunggu menentang panas terik & salju dingin, membius hentakan sepatu lars pengkhotbah muda berkeliaran di jembatan kokoh mengutuki dosa iblis dadudadu sejarah marx membanting manifesto komunis, menulis pesanan, "tak ada menu revolusi pagi ini!" sebotol bir,sebotol bir tumpahkan ke muka kusut pelayan mengisi aorta darah raja prussia di tepi jalan pohon riuh mendengkur,membekuk badai tersesat menyamun kunangkunang trem terjungkal ke sungai beku, sejoli gagak limbung menyeret jejak kaki perak purnama selamat malam, selamat malam, meringkuklah bagai bayi di buaian penista gerhana bulan kenangan masih basah di pantai, kepiting laut menghitung sisasisa rindu & tangisan senja berlin, 2006 2 Puntung Rokok di Sukamiskin ya, aku mendengar tawa renyah di kamar isolasi, "engkau memanggilmanggil namaku?" angin berputaran bagai gasing disihir hantuhantu musim hujan, kucaricari engkau tak ada 4 pintu coklat termangu, gembok kuningan merangka batu, menyiksa sukma siang/malam KUMPULAN PUISI TERBAIK - 19 "lama tak bertemu, tuan kemana saja?"16 tahun lalu labalaba menggigiti tirai jeruji hujan bungabunga bermekaran menguliti besi,lumut & tembok sel,menjilat dosadosa dunia fana burung gereja sembahyang di kubah mesjid, tawanan seringai azan, torehan lambung luka "sungguhkah kita bersua di akhirat?" memanggul siksa dunia di punggung berderakderak purnama pucat mengusapkan wajah pada jejak telapak kaki, menggarami mimpimimpimu "tak mudah bukan melupakan masalalu?" cairan baja tercetak rapi di pengap batok kepala wajahwajah kosong melekat di dinding dosa yang luruh bergelimpangan di rumah tuhan kamarkamar kosong memanggilmanggil, merindu ciuman semesta purba ke bibir pantai harum kenanga membelit kawat berduri, mengemis langit menyepak leleh gerimis perih seribu jendela terbuka ke padang kering tak bertuan, hanya kabut beku di ujung rumputan kubah mesjid, menara gereja, menusuki langit yang sama dalam siksaan membeku waktu 10 mata liar menikam harum tubuh perempuan muda, gairah dosa terlukis di langit suram "kami cemas," burung gereja menyisir lepuh,"ketakutan malam membakar planetplanet" 2 puntung rokok, tumpahan ampas kopi di lantai sel,mengiring lambaian perih perpisahan telapak kaki menyalanyala menggigit pijar magma, bertasbih cemas menderas arus waktu keranda malam melarung takdir ke bintangbintang, merayap di sungai kering planetplanet ya, aku mendengar tawa renyah di kamar isolasi,"engkau memanggilmanggil namaku?" KUMPULAN PUISI TERBAIK - 20 Kabut Tangkuban Parahu jarum tajam cemara menusuk telapak cinta gemetar dan berapiapi, demam menggelepar masih hangat janji disekap kabut, ditidurkan rawarawa dibuaian batuk tangkuban parahu debu batu apung melesak tenggorokan, mendidihkan asap belerang goagoa kebosananmu aku menunggumu 182 ribu tahun, disiram hujan kenangan berselimut racun asap belerang aku berbisik menyebut nama sirna di kawahkawah beracun, tebing berasap tak menyahut kudengar macan tutul meraung, kijang menguik,membisikkan kehilanganmu beribu tahun bayangbayang gelap daun manarasa, menyembunyikan rahasia langit menista adam-hawa aku tahu kegelisahan bersemayam di kawahkawah beracun, berselimut jilatan api magma racun asap kawah menyambar tawa tergelak, sekeping tawa berlari tersipusipu bunuh diri "masihkah engkau mengenalku?"sembur awan panas telanjang menyirami tebing tandus "aku tersesat?" berjuta jalan bercabang disiram racun asam tak lagi berujung ke afrika tua aku menyeru, tapi engkau meronta menyelusup cemas di ribuan bangkai belalang & kupu aku menunggumu setua gunung sunda purba, menyimpan kerinduan pertama adam-hawa kabut terpendam, kudengar derai tawamu tersekap, berdesing menyusupi poripori gunung retakan aspal jalanan merahasiakan telapak luka, kembang bakung menyihir kesedihanmu aku masih mengenali airmata gelisah yang menari di kornea hitam,seringan serpihan salju aku menunggumu 182 ribu tahun di tebing asap tangkuban parahu, bertasbih ledakan lava cinta yang gemetar merangkai ledakan suar api kehilangan ke daundaun luruh membusuk kawahkawah tak bernama mengenali kesepian, mendidihkan cerobong awanawan hitam "bila engkau kembali, apakah merindu seperti ledakan magma melesak dari perut bumi?" KUMPULAN PUISI TERBAIK - 21 HIKAYAT BURUH Puisi Husnul Kuluqi Sumber Suara Pembaruan, Edisi 04/02/2006 Hikayat Buruh Perempuan dan Kompor yang Padam perempuan itu membisu di sudut dapur malam belum benar-benar beranjak. Masih ada sisa gelap, serupa kabut hitam tipis terlihat jelas dari lubang angin yang telah keropos. di langit, bintang-bintang merapuh menjelang subuh. sesabit bulan pun pucat berayun, timbul tenggelam di antara gugusan awan "kompor padam, api tak menyala lagi," perempuan itu bergumam sendiri dalam dingin dan ngilu pagi di rak kayu yang warnanya telah pudar piring piring tertelungkup, lama tak terisi. gelas-gelas menunduk, tak lagi menampung susu si kecil. di dapur yang sempit, perempuan itu menghitung hari-hari bersama perih dan nyeri yang datang bertubi-tubi "hari ini tak ada yang bisa ibu masak untukmu, nak. minyak tanah mahal, harga kebutuhan pokok melonjak di luar hitungan. ibumu hanya buruh, bapakmu sudah lama di-phk. engkau akan tumbuh sebagai generasi yang tak berdaya, kekurangan gizi dan kehilangan masa depan," perempuan itu tersedu sendiri di gulung hari-hari yang terasa berat dan melelahkan ketika pagi datang dengan wajah pasi, malam benar-benar beranjak pergi. perempuan itu masih saja di dapur memandang kompor yang tak kunjung menyala. dan dadanya semakin gemetar setiap kali mendengar tangis anak-anaknya yang harus menahan lapar 2005 KUMPULAN PUISI TERBAIK - 22 Tembang Pesisir istriku, mendekatlah. mari bernyanyi merayakan kemiskinan ini. sebentar lagi mungkin kita akan mati. musim-musim tak pernah bersahabat dengan kita dan setiap waktu, kita mesti menghitung kelu. tanpa jemu lihatlah laut biru yang terbentang, ikan-ikan yang berenang. kita tak lagi bisa menangkapnya sebab perahu kita tertambat di dermaga hanya jadi mainan anak-anak ombak. tak bisa melancar, tak bisa bergerak tanpa bahan bakar duhai, nasib kita istriku. serupa butir-butir pasir sepanjang pesisir, harus selalu menghadapi amuk gelombang yang datang sementara dari selat dan tanjung maut tak berhenti mengintip siap mendekat istriku, mendekatlah. mari bernyanyi sebelum maut menjemput. membenamkan jasad kita yang malang pada hitam tanah dan bebatuan 2005 KUMPULAN PUISI TERBAIK - 23 INTEROGASI CERMIN SLAMET RAHARDJO RAIS Puisi Slamet Rahardjo Rais Sumber Suara Karya, Edisi 03/19/2006 Salam Matahari matahari senantiasa mengirimkan kesetiaan salamnya. sujudku hujan menjelang senja sebagaimana harapan ladang-ladang dan aroma tanah yang menunduk walau dalam kantuk. baca dan simpan semua yang lewat mengajariku untuk memasuki tasbih mata langit dzikir kota-kota yang mencemaskan kegelisahan anak-anak melesat terjebak pusaran Pintu jendela rumah terasa belukar ilalang mengajariku agar burung mawarku terbang berjabat tangan ke tiang-tiang pasar kereta api dan bis kota tempat berjejal pikiran purba sedemikian perkasa kekuatan membuat keutamaan membunuh tumpukkan keputus-asaan mengunyah sujud lembah-lembah Terowongan memanggil dalam wujud terang meminta ruh peristiwa segera belajar terhadapnya ketika berenang merebut kabut membuat hujan air meluas sebagai persajakan putih menghalau belukar liar tumbuh di dalam dada KUMPULAN PUISI TERBAIK - 24 Interogasi Cermin sejumlah interogasi terpahat di dinding cermin memantulkan sejumlah wirid doa menyelesaikan jarak seorang pemburu melacak suara yang lapar terjabak tetapi yang terdengar petikan rebana sebagai suara ayat-ayat kitab dibacakan mengenang nasib tergeletak tak mungkin tanpa menyebut sejumlah luka ombak mengusung kehendak debar mengusung kerikil dan batu menjadi onggokan tugu kota megah sebagai saksi sejarah kecemasan memang menggigilkan nama senyap merekan suara. diam-diam seekor cicak menggoyangkan isyarat purba menyerahkan seikat bayang kemasgulan memadati permukaan cermin. ruang tempat terbaringnya waktu Secangkir Kopi Pagi secangkir kopi pagi sangat dirindu-rindukan tempat persinggahan renungan aromanya yang wangi menangkap helai-helai daun mengering di udara mengisi permukaan ruang menjelma menjadi serdadu perang membaca luas titik bidang di atas meja "sumur waktu" sepotong bisik sambil menyerahkan daftar tutur kata biarkan kekalahan menghitung kegagalannya ketika seseorang bersimpuh di tengah vas bunga raksasa KUMPULAN PUISI TERBAIK - 25 dengan menunjukkan beberapa luka tangan "Luka segera mengering saudara, setiakan memakmurkan tempat sujud kita!" Ketika Senja tanpa rintik rembulan pun bergegas mabuk suara anggur senja sudah disedia erat gelas yang ditawarkan. aku mengambilnya dan di pundak jendela sebuah agenda gelas-gelas bergetar suara yang mengaruskannya terdapat gelas dalam kabut rembulan setengah memucat mencatat wktu memberi angin terhadap detak sayap mempersiapkan tamasya kenikmatan suara adzan menawarkan kendaraan memasuki lorong paling sunyi dan gaduh "Subhanallah. Alif Laam Miim!" Gerimis Mayat cakrawala melumat dirinya menjadi mayat mengintai dan memucat menjadi segerombolan ulat membelanjakan mimpi-mimpi memakmurkan luas negeri dalam gerimis hutan gemuruh kota spanduk meminjam pesta rakyat ketika memanjati menara dalam sebuah jubah daun-daun peradaban menerima kabut di dalamnya halte-halte ruang tunggu yang menyerah sebagai kalimat harap letih kecemasan KUMPULAN PUISI TERBAIK - 26 SAJAK-SAJAK TAUFIK IKRAM JAMIL Puisi Taufik Ikram Jamil Sumber Jawa Pos, Edisi 11/21/2004 jarak berpotong-potong alamat yang kautinggalkan hanya menyodorkan perih di dalam mimpiku e-mail yang gemetar di telapak tangan nomor telepon bertangkap pasi di muka juga pos rumahmu yang tersandar lelah tak sejari pun mendekatkan aku padamu kakimu di amerika tapi langkahmu ke belanda saat rambutmu di inggeris tapi hitam panjangnya di cina memalis engkau menangis di pahang tetapi air matamu jatuh di riau membahang hatimu terpunggah dekat saudi arabia tetapi cintamu mewabah ke mana-mana barangkali aku yang tak bisa membaca tanda memahami simbol selalu dengan hati kanan mungkin juga aku yang terlalu loba mengharapkan bayang-bayang yang jauh lebih tinggi dari tubuhku sendiri tak mustahil engkau yang selalu pelupa memaknai kata dengan cuma mungkin pula terlalu percaya dikau kepada setiap tiba akan merasakan sampai mengampungkan kota dalam rahasia capai wahai engkau yang terang tak membagi cahaya wahai engkau yang pelangi tak menyisakan warna wahai engkau yang elok tak melemparkan paras wahai engkau yang diam tak memendam sunyi lihat aku yang terpampang mengirimkan diriku yang babak-belur dilindas zaman KUMPULAN PUISI TERBAIK - 27 menikah telah kunikahi dikau dengan jarak sebagai maskawin walimu adalah dekat tidak tergapai sedangkan saksinya jauh tiada berjarak melingkarkan cicin di jarimu berwaktu di depan tuan kadi dari negeri perih memang tak dapat kuucapkan kesetiaan sebab aku penjaja kasih mengetuk pintu bagi pemilik hati setiap yang memberikan cinta kepadaku aku ulurkan seribu sayang baginya maka kita nikmati hari-hari jauhari di setiap detik yang mengantarkan menit hingga kita lupa bagaimana cara rahasia menyembunyikan suka citanya pada jam kita tiba-tiba menjadi serba tidak terduga dengan wajah terdedah pada setiap sejarah pada malam pertama kita tak bersua karena kita hanya menuju pengakhiran berujung cita-cita menjadi diri sendiri dan setiap orang yang mengenal kita mereka akan mengetahui diri mereka penuh jelaga dan berdosa kita akan hidup dari kecemerlangan lidah hingga setiap benda mencari tinta untuk merekam patah-patahan ucapan yang tak sengaja kita sisakan pada alam kepada masa tanpa tenggat anak-anak kita akan tumbuh dalam perjanjian sagu yang menjulang setiap akarnya akan mekar menyembur nafas yang bila terbunuh pun tidak akan rebah ke bumi tetapi mencari langit dengan pintu membuka buah tematu dan pelepah pati dan repu yang menobat berkah seperti diriku aku sadar bahwa engkau tidak bahagia KUMPULAN PUISI TERBAIK - 28 tapi jodoh tak pernah mendustai perkawinan kita pada posisi yang hanya bisa menerima kemudian belajar sedikit berharap agar kecewa tidak banyak tertangkap datang pada setiap aku datang pada setiap bimbang hinggap pada rupa-rupa terbang kepakku melantunkan lagu-lagu bungsu suka cita pelaut yang menemukan jejak tapi lonte dengan mata penuh dendang memandang paruhku kasihan menyimpan penatku dalam kutang kemudian mengirimkannya ke dahaga malam bukan kepadaku engkau berkelam di meja judi aku pun tersadai tapi daun pakau tak pernah menepati janji duduk memandangku penuh uji dengan kelepak di tangan yang membenci jari-jemarinya meluncurkan dengki aku dibantai dalam singai jangan kepadaku engkau berandai-andai wisky dan sampanye terbekah-bekah memapah tubuhku dengan senyum buih berselingkuh dengan janji-janji putih kacang dan kentang telanjang dalam botol ingin berkencan sekejap alkohol berkelabat memandang mataku penuh siasat jangan pulang setelah sesat aku muntah dalam pizza spagheti melilitku dengan percuma piring-piring yang telah membuka aurat dengan rock penghantar syahwat ekstasi berbuntil nikmat air mineral terperanjat kepadaku peluk diperketat sungguh engkau tak akan berkhianat aku ketawa pada setiap lampu pada jalan-jalan yang ditinggalkan arah KUMPULAN PUISI TERBAIK - 29 meloncat dari kabut ke kabut duduk di atas bintang bertemankan bulan kemudian dengan jaket hitam menggoda dinihari yang tak lagi perawan tapi embun dengan kekuatan sepi menolakku ke pinggir hari jahanamlah kau yang tak mengenal diri lalu malam pun bersurai dengan azam menjunjung setia syafak membentangkan tangan bagaikan mengempang semua rasa aku entah di mana KUMPULAN PUISI TERBAIK - 30 SAJAK-SAJAK ZEFFRY J ALKATIRI Puisi Zeffry J Alkatiri Sumber Republika, Edisi 08/06/2006 SUDAH SEJAK LAMA MEREKA KALAH Pada saat anak-anak Yahudi berebut masuk Yale, Berkley, dan MIT, anak-anak Syek dan Emir Kuwait, Oman, Bahrain, dan Arab Saudi berebut masuk hotel di London, New York, Paris, Pattaya, dan Jakarta. Sementara anak muda Yahudi sibuk main saham di WTC, anak-anak Syekh dan Emir itu menghabiskan duit Moyangnya di meja judi. Sementara para istri diplomat Yahudi ikut bekerja, para istri Syekh itu rajin berbelanja. Sementara pengusaha Yahudi kasak-kusuk melobi, para Syekh dan Emir itu asyik berendam di bak mandi. Sementara masyarakat Yahudi rajin mengumpulkan dana, para Syekh dan Emir itu berpesta dengan para harimnya. Sementara orang Yahudi berjuang meluaskan wilayah di jalur Gaza, para Syekh dan Emir itu membuka pintu bagi Cowboy Amerika. Jelas, sudah lama mereka kalah. Saat wilayahnya belum ditemukan minyak mentah, predator Anglo-Saxon sudah menguasai Timur Tengah. Apa mereka menyangka sudah bebas dan kaya? Padahal, sampai sekarang nasib mereka tidak pernah berubah Tetap dijajah oleh para Baron perambah yang sejak dulu sampai sekarang pun selalu hadir dan pelan-pelan menjerat leher kita. Maret 2003-2004 ISA HADIR Agustinus mendengar cerita tentang dia. Akan kuhentikan waktu! Katanya. Tiga jurus kemudian, tiga kepala ahli nujum terpenggal, Karena tak mampu menunjukkan arah bintang kejora di timur. Beribu malam telah dilalui. Beribu mimpi telah dicerna. Tinggal sisa satu malam untuk mencatat mimpi terakhirnya. KUMPULAN PUISI TERBAIK - 31 Tetapi, Agustinus terlalu lelah, termangu di singgasana. Di tengah padang pasir. Saat malam merambat ke puncak. Seorang fakir Badui tak sengaja melihat sebuah cahaya melengkung Jatuh ke tanah. Di tengah laut, tiga ekor ikan paus jamuran melihat kedua kali kejadian itu. Lalu mereka teringat pada cerita induknya Tentang kehadiran Isa di bumi. 2005 BEIJING 1969 Setelah Kennedy dan Martin Luther King tewas, Bob Dylan berkeyakinan, "Ini saatnya jaman berganti". Mendengar itu, Mao membiarkan ratusan dahan tua meranggas Hingga ribuan kelopak bunga berguguran. BEIJING 2004 Lengan kanan Dewi Liberty tergilas gerigi besi. Tetapi, obornya masih menyisakan kerlip di mata anak-anak Yang sedang memamah Big Burger dan Milkshake di sebuah taman kota. 2003-2004 KUMPULAN PUISI TERBAIK - 32 SAJAK-SAJAK ENDANG SUPRIADI NEGERI DEBU Puisi Endang Supriadi Sumber Republika, Edisi 07/30/2006 KABAR BAGI MAIDA 1 aku terluka ditempat gempa, maida bukan oleh puing atau reruntuhan dinding tapi oleh derita yang tertangkap mata telah mencabik-cabik batinku. aku melihat rumah rebah ke tanah. kota yang dulu cantik kini telah jadi kota puing di sepanjang jalan mata seakan dicucuk duri ikan. kepedihan mereka menyusup ke dada. < aku tak berpikir ini salah siapa. saut pun berpuisi, "bencana alam bukan dosa!" dari desa mancingan sampai ujung imogiri aku tak melihat ada wajah ceria. semua terlipat oleh duka. dan tak ada kesan meminta belum lagi situs-situs yang sekan diperhangus ya allah, selamatkan sejarah, dan tabahkan hati mereka aku terluka di tempat gempa, maida bukan oleh rasa sakit di pipiku yang tergores pisau milikmu, atau oleh tajam alismu yang menancap di hatiku. tapi oleh tangan ini, tangan yang masih ingin memberi dan membantu namun terhenti dibatas oleh waktu. Yogyakarta, 11 Juni 2006 NEGERI DEBU duka sebegitu tajam tergores di langit ini sayap kupu-kupu tak bisa membawa beban debu juga sapu lidi terlalu pendek untuk menyapu sehektar puing yang dititipkan gempa kepadamu ini wilayah angin, bisik daun pada sebutir debu. dan debu itu memang tak pernah melihat onggokan bukit kapur di sana kecuali rumah-rumah yang rebah ditidurkan angin sebatas mana rentang tanganmu ketika gelombang memindahkan perahumu ke jalan raya? KUMPULAN PUISI TERBAIK - 33 atau ketika langit jadi hitam oleh gerhana atau ketika sebuah menara bergeser karena gempa? kita akan kembali ke dalam keabadian melalui liku-liku dalam riset waktu tak mudah kita menemukan ujung benang dalam rajutan alam, tak mudah kita memintal benang jadi gelas bagi air. Yogyakarta-Jakarta, 12-13 Juni 2006 SAAT DI MANA KAU saat di mana kau datangi kubur masa lalumu, angin akan terasa pasir, gemuruh air akan terasa petir. di setiap kota kau bilang aku bodoh karena memasang tiang gantungan di mana-mana itulah aku, sebuah tongkang yang lama tak berlabuh sedang jiwa terlalu sesak oleh propaganda kehidupan tujuh kali kau telepon aku tanpa suara. mana ada tuhan menciptakan telinga hanya untuk mendengar pintu yang ditutup. cuaca, adalah bahasa waktu yang tak bisa kita raba. siapa dapat menterjemahkan kepak burung yang seharian terbang dan tak turun ke dahan? semestinya, kita tak menyentuh bulu miang bambu itu! Jakarta, Maret 2006 MANUSKRIP PUISIHUJANBULANJUNI Sapardi Djoko DamonoHujan Bulan Juni oleh Sapardi Djoko Damono GM 050 PT. Grasindo, Jl. Palmerah Selatan 28, Jakarta 10270 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All rights reserved Diterbitkan pertama kali oleh penerbit PT. Grasindo, Anggota IKAPI, Jakarta, 1994 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan KDT ISBN 979-553-467-XManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 2PENGANTAR Sajak-sajak dalam buku ini saya pilih dari sekian ratus sajak yang saya hasilkanselama 30 tahun, antara 1964 sampai dengan 1994. Sajak saya pertama kali dimuat diruangan kebudayaan sebuah tabloid di Semarang pada tahun 1957, sewaktu saya masihmenjadi murid SMA; Namun, ini tidak berarti bahwa ratusan sajak yang ditulis selama 1957-1964 tidak saya pertimbangkan untuk buku ini. Sajak-sajak itu tidak dipilih mungkin sekalikarena saya pikir lebih sesuai untuk dikumpulkan di buku lain, yang suasananya – atau entahapanya – agak berbeda dari buku ini. Ini berarti bahwa ada juga sesuatu yang mengikat sajak-sajak ini menjadi satu buku. Saya sendiri tidak tahu apakah selama 30 tahun itu ada perubahan stilistik dan tematikdalam puisi saya. Seorang penyair belajar dari banyak pihak keluarga, penyair lain, kritikus,teman, pembaca, tetangga, masyarakat luas, Koran, telecisi, dan sebagainya. Pada dasarnya,penyair memang tidak suka diganggu, namun sebenarnya ia suka juga, mungkin secarasembunyi-sembunyi, nguping pendapat pembaca. Itulah yang merupakan tanda bahwa iatidak hidup sendirian saja di dunia; itulah pula tanda bahwa puisi yang ditulisnya benar-benarada. Sebagian besar sajak-sajak dalam buku ini pernah terbit dalam ebberapa kumpulansajak, sejumlah sajak pernah dimuat di Koran dan majalah, satu-dua sajak belum pernahdipublikasikan. Hampir dua tahu lamanya saya mempertimbangkan penerbitan buku ini,bukan karena sajak-sajak saya berceceran dan sulit dilacak, tetapi karena saya sukameragukan keuntungan yang mungkin bias didapat oleh pembaca maupun penerbit buku ini. Dalam hal terakhir itu sudah selayaknya saya mengucapkan terima kasih kepada Eneste dari penerbit PT Grsindo yang tidak jemu-jemu meyakinkan saya akanperlunya menerbitkan serpihan sajak ini. Terima kasih tentu saja saya sampaikan juga kepadasiapa pun yang telah memberi dan merupakan ilham bagi sajak-sajak ini, tentang apalagipuisi kalau tidak tentang mereka, manusiaJakarta, Juni 1994Sapardi Djoko Damono Catatan Diketik ulangnya sajak-sajak ini dimaksudkan sebagai buah kecintaan dan rasa kagum saya pada karya-karya penyair Indonesia Bapak Sapardi Djoko Damono. Dan juga sebagai upaya penyediaan sarana pembelajaran sastra bagi siapa pun. Penulisan ulang ini diupayakan mengikuti rancang bangun puisi-pusi tersebut dan memiminalisir kesalahan ketik. Mohon, untuk tidak menghapus catatan ini sebagai pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang. Terima kasih. Kritik dan saran soal manuskrip ini kirimkan ke [email protected]Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 3DAFTAR ISI 4PengantarPada Suatu MalamTentang Seorang Penjaga Kubur yang MatiSaat Sebelum BerangkatBerjalan di Belakang JenazahLanskapHujan Turun Sepanjang JalanKita SaksikanDalam SakitSonet Hei! Jangan KaupatahkanZiarahDalam Doa IDalam Doa IIDalam Doa IIIKetika Jari-jari Bunga TerbukaSajak PerkawinanGerimis Kecil di Jalan Jakarta, MalangKupandang Kelam yang MErapat ke Sisi KitaBunga-bunga di HalamanPertemuanSonet XSonet YJarakHujan Dalam Komposisi, 1Hujan Dalam Komposisi, 2Hujan Dalam Komposisi, 3Varisai pada Suatu PagiMalam Itu Kami di SanaDi Beranda Waktu HujanKartu Pos Bergambar Taman Umum, New YorkNew York, 1971Dalam Kereta Bawah Tanah, ChicagoKartu Pos Bergambar Jembatan “Golden Gate”, San FransiscoJangan CeritakanTulisan di Batu NisanMata PisauTentang MatahariBerjalan ke Barat Waktu Pagi HariCahaya Bulan Tengah MalamNarcissusCatatan Masa Kecil, 1Catatan Masa Kecil, 2Catatan Masa Kecil, 3AkuariumSajak, 1Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoSajak, 2 5Di Kebun BinatangPercakapan Malam HujanTelur, 1Telur, 2Sehabis Suara GemuruhMuaraSepasang Sepatu TuaDi Banjar Tunjuk, TabananSungai, TabananKepada I Gusti Ngurah BagusBola LampuPada Suatu Pagi HariBunga, 1Bunga, 2Bunga, 3Puisi Cat Air untuk RizkiLirik untuk Lagu PopTiga Lembar Kartu PosSandiwara, 1Sandiwara, 2Lirik untuk Imporvisasi JazzYang Fana adalah WaktuTuanCermin, 1Cermin, 2Dalam DirikuKuhentikan HujanBenihDi Tangan Anak-anakDi Atas BatuAngin, 3Cara Membunuh BurungSihir HujanMetamorfosisPerahu KertasKami bertigaTelingaAku InginSajak-sajak Empat SeuntaiDi RestoranDalam Doa’kuPada Suatu Hari NantiSita SihirBatuMautHujan, Jalak dan Daun JambuAjaran HidupTerbangnya BurungManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoPada Suatu Malam 6ia pun berjalan ke barat, selamat malam, solo,katanya sambil didengarnya sendiri suara sepatunyasatu lampu-lampu ini masih menyala buatku, gambar-gambar yang kabur dalam cahaya,hampir-hampir tak ia kenal lagi dirinya, menengadahkemudian sambil menarik nafas panjangia sendiri saja, sahut menyahut dengan malam,sedang dibayangkannya sebuah kapal di tengah lautanyang memberontak terhadap adalah minuman keras, beberapa orang membawa perempuanbeberapa orang bergerombol, dan satu-dua orangmenyindir diri sendiri; kadang memang tak ada lelucon sejuta mata itu memandang ke arahku, pun berjalan ke barat, merapat ke masa malam, gereja, hei kaukah anak kecilyang dahulu duduk menangis di depan pintuku itu?ia ingat kawan-kawannya pada suatu hari nataldalam gereja itu, dengan pakaian serba baru,bernyanyi; dan ia di luar pintu. ia pernah ingin sekalibertemu yesus, tapi ayahnya bilangyesus itu anak tak pernah tahu apakah ia pernah sungguh-sungguh mencintai malam ini yesus mencariku, ia belum pernah berjanji kepada siapa pununtuk menemui atau ditemui;ia benci kepada setiap kepercayaan yang berjalan sendiri di antara orang didengarnya seorang anak berdoa; ia tak pernah diajar pun suatu saat ingin meloloskan dirinya ke dalam doa,tapi tak pernah mengetahuiawal dan akhir sebuah doa; ia tak pernah tahu kenapabarangkali seluruh hidupku adalah sebuah doa yang sendiri; ia merasa seperti tenteramdengan jawabannya sendiriia adalah doa yang tadi ia bertemu seseorang, ia sudah lupa namanya,lupa wajahnya berdoa sambil berjalan…ia ingin berdoa malam ini, tapi tak bisa mengakhiri,tak bisa menemukan kata puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonoia selalu merasa sakit dan malu setiap kali berpikir 7tentang dosa; ia selalu akan pingsankalau berpikir tentang mati dan hidup tuhan seperti kepala sekolah, pikirnyaketika dulu ia masih di sekolah rendah. barangkali tuhanakan mengeluarkan dan menghukum murid yang nakal,membiarkannya bergelandangan dimakan tuhan sedang mengawasi aku dengan curiga,pikirnya malam ini, mengawasi seorang yang selalu gagal ia juga pernah berdosa, tanyanya ketika berpapasandengan seorang perempuan. perempuan itu setangkai bunga;apakah ia juga pernah bertemu yesus, atau barangkalipernah juga dikeluarkan dari sekolahnya malam, langit, apa kabar selama ini?barangkali bintang-bintang masih berkedip buatku, pikirnya…ia pernah membenci langit dahulu,ketika musim kapal terbang seperti burungmenukik dan kemudian ledakan-ledakansaat itu pulalah terdengar olehnya ibunya berdoadan terbawa pula namanya sendirikadang ia ingin ke langit, kadang ia ingin mengembara sajake tanah-tanah yang jauh; pada suatu saat yang dinginia ingin lekas kawin, membangun tempat pernah merasa seperti si pandir menghadapiangka-angka…ia pun tak berani memandang dirinya sendiriketika pada akhirnya tak ditemukannya suatu saat seorang gadis adalah bunga,tetapi di lain saat menjelma sejumlah angkayang sulit. ah, ia tak berani berkhayal tentang tkut membayangkan dirinya sendiri, ia pun ingin lolosdari lampu-lampu dan suara-suara malam hari,dan melepaskan genggamannya dari kenyataan;tetapi disaksikannya berjuta orang sedang berdoa,para pengungsi yang bergerak ke kerajaan tuhan,orang-orang sakit, orang-orang penjara,dan barisan panjang orang terkejut dan berhenti,lonceng kota berguncang seperti sedia kalarekaman senandung duka perempuan tertawa ngeri di depannya, menawarkan tak tahu kenapa mesti karena wajah perempuan itu mengingatkannyakepada sebuah selokan, penuh dengan cacing;barangkali karena mulut perempuan ituManuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damonomenyerupai penyakit lepra; barangkali karena matanyaseperti gula-gula yang dikerumuni beratus ia telah menolaknya, ia bersyukur untuk siapa gerangan tuhan berpihak, menyaksikan orang-orang berjalan, seperti dirinya, sendiriatau membawa perempuan, atau bergerombol,wajah-wajah yang belum ia kenal dan sudah ia kenal,wajah-wajah yang ia lupakan dan ia ingat sepanjang zaman,wajah-wajah yang ia cinta dan ia sama mereka mengangguk padaku, pikirnya;barangkali mereka melambaikan tangan padaku setelah lama berpisahatau setelah terlampau sering bertemu. ia berjalan ke malam. ia mengangguk, entah kepada siapa;barangkali kepada dirinya sendiri. barangkali hidup adalah doa yang panjang,dan sunyi adalah minuman merasa tuhan sedang memandangnya dengan curiga;ia pun hidup adalah doa yang….barangkali sunyi adalah….barangkali tuhan sedang menyaksikannya berjalan ke barat1964Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 8TENTANG SEORANG PENJAGA KUBURYANG MATIbumi tak pernah membeda-bedakan, seperti ibu yang baik. diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan membusuk, seperti halnya bangkai binatang, pada suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang, atau klerek – sama kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia seorang tua yang rajin membersihkan rumputan, menyapu nisan, mengumpulkan bangkai bunga dan daunan; dan bumi pun akan menerimanya seperti ia telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau seorang yang acuh-tak-acuh kepada bumi, akhirnya semua membusuk dan lenyap, yang mati tanpa gendering, si penjaga kubur ini, pernah berpikir apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah kupelihara dengan baik; barangkali sebuah sorga atau am punan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga belum pernah terkubur dalam bumi tak pernah membeda-bedakan, tak pernah mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan pernah membuat janji dengan tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak bisa menjaga kuburnya puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 9SAAT SEBELUM BERANGKATmengapa kita masih juga bercakaphari hampir gelapmenyekap beribu kata diantara karangan bungadi ruang semakin maya, dunia purnamasampai tak ada yang sempat bertanyamengapa musim tiba-tiba redakita di mana. waktu seorang bertahan di sinidi luar para pengiring jenazah menanti1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 10BERJALAN DI BELAKANG JENAZAHberjalan di belakang jenazah angina pun redajam mengerdiptak terduga betapa lekassiang menepi, melapangkan jalan duniadi samping pohon demi pohon menundukkan kepaladi atas matahari kita, matahari itu jugajam mengambang di antaranyatak terduga begitu kosong waktu menghirupnya1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 11SEHABIS MENGANTAR JENAZAHmasih adakah yang akan kautanyakantentang hal itu? hujan pun sudah selesaisewaktu tertimbun sebuah dunia yang tak habisnya bercakapdi bawah bunga-bunga menua, matahari yang senjapulanglah dengan paying di tangan, tertutupanak-anak kembali bermain di jalanan basahseperti dalam mimpi kuda-kuda meringkik di bukit-bukit jauhbarangkali kita tak perlu tua dalam tanda Tanyamasih adakah? alangkah angkuhnya langitalangkah angkuhnya pintu yang akan menerima kitaseluruhnya, seluruhnya kecuali kenanganpada sebuah gua yang menjadi sepi tiba-tiba1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 12LANSKAPsepasang burung, jalur-jalur kawat, langit semakin tuawaktu hari hampir lengkap, menunggu senjaputih, kita pun putih memandangnya setiasampai habis semua senja1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 13HUJAN TURUN SEPANJANG JALANhujan turun sepanjang jalanhujan rinai waktu musim berdesik-desik pelankembali bernama sunyikita pandang pohon-pohon di luar basah kembalitak ada yang menolaknya. kita pun mengerti, tiba-tibaatas pesan yang rahasiatatkala angina basah tak ada bermuat debutatkala tak ada yang merasa diburu-buru1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 14KITA SAKSIKANkita saksikan burung-burung lintas di udarakita saksikan awan-awan kecil di langit utarawaktu cuaca pun senyap seketikasudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnyadi antara hari buruk dan dunia mayakita pun kembali mengenalnyakumandang kekal, percakapan tanpa kata-katasaat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 15DALAM SAKITwaktu lonceng berbunyipercakapan merendah, kita kembali menanti-nantikau berbisik siapa lagi akan tibasiapa lagi menjemputmu berangkat berdukadi ruangan ini kita gaib dalam gema. di luar malam harimengendap, kekal dalam rahasiakita pun setia memulai percakapan kembaliseakan abadi, menanti-nanti lonceng berbunyi1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 16SONET HEI! JANGAN KAUPATAHKANHei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga ituia sedang mengembang; bergoyang-goyang dahan-dahannya yang tuayang telah mengenal baik, kau tahu,segala perubahan akar-akar yang sabar menyusup dan menjalarhujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakardan mekarlah bunga itu perlahan-lahandengan gaib, dari rahim saksikan saja dengan telitibagaimana matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diammembunuhnya dengan hati-hati sekalidalam Kasih-sayang, dalam rindu-dendam Alam;lihat ia pun terkulai perlahan-lahandengan indah sekali, tanpa satu keluhan1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 17ZIARAH 18Kita berjingkat lewatjalan kecil inidengan kaki telanjang; kita berziarahke kubur orang-orang yang telah melahirkan sampai terjaga mereka!Kita tak membawa apa-apa. Kitatak membawa kemenyan atau pun bungakecuali seberkas rencana-rencan kecilyang senantiasa tertunda-tunda untukkita sombongkan kepada akan kita jumpai wajah-wajah bengis,atau tulang belulang, atau sisa-sisa jasad merekadi sana? Tidak, mereka hanya batang-batang cemara yang menusuk langityang akar-akarnya pada bumi kita belum pernah mengenal mereka;ibu-bapak kita yang mendongengtentang tokoh-tokoh itu, nenek moyang kita itu,tanpa menyebut-nyebut hanyalah mimpi-mimpi kita,kenangan yang membuat kita merasapernah berziarah; berjingkatlah sesampaidi ujung jalan kecil inisebuah lapangan terbuka batang-batang cemara ada bau kemenyan tak ada bunga-bunga;mereka telah tidur sejak abad pertama,semenjak Hari Pertama ada tulang-belulang tak ada sisa-sisajasad mereka. Ibu-bapa kita sungguh bijaksana, terjebakkita dalam dongengan tangan kita berkas-berkas rencana,di atas kepala sang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoDALAM DOA Ikupandang ke sana Isyarat-isyarat dalam cahayakupandang semestaketika Engkau seketika memijar dalam Kataterbantun menjelma gema. Malam sibuk di luar suarakemudian daun bertahan pada tangkainyaketika hujan tiba. Kudengar bumi sedia kalatiada apa pun diantara Kita dinginsemakin membara sewaktu berembus angina1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 19DALAM DOA IIsaat tiada pun tiadaaku berjalan tiada –gerakan, serasaisyarat Kita pun bertemusepasang Tiadatersuling tiada-gerakan, serasanikmat Sepi meninggi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 20DALAM DOA IIIjejak-jejak Bunga selalu; betapa tergodakita untuk berburu, terjundi antara raung warnasebelum musim menanggalkan daun-daunakan tersesat di mana kitaterbujuk jejak-jejak Bunga nantinya atauterjebak juga baying-bayang Cahayadalam nafsu kita yang risau1967Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 21KETIKA JARI-JARI BUNGA TERBUKAketika jari-jari bunga terbukamendadak terasa betapa sengitcinta Kitacahaya bagai kabut, kabut cahaya; di awan hari ini di bumimeriap sepi yang purba;ketika kemarau terasa ke bulu-bulu mata, suatu pagidis ayap kupu-kupu, di sayap warnaswara burung di ranting-ranting cuaca,bulu-bulu cahaya betapa parahcinta Kitamabuk berjalan, diantara jerit bunga-bunga rekah1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 22SAJAK PERKAWINANcahaya yang ini, Siapakah?kelopak-kelopak malamberguguran kaki langit yang kaburdalam kamar, dalam Persetubuhanbutir demi butirKau dan aku, akudan serbuk malam tergelincirmenyatuPerkawinan tak di mana pun, takkapan punkelopak demi kelopak terbukamalam pun sempurna1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 23GERIMIS KECILDI JALAN JAKARTA, MALANGseperti engkau berbicara di ujung jalanwaktu dingin, sepi gerimis tiba-tibaseperti engkau memanggil-manggil di kelokan ituuntuk kembali berdukauntuk kembali kepada rindupanjang dan cemasseperti engkau yang memberi tanda tanpa lampu-lampusupaya menyahutmu, Mu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 24KUPANDANG KELAM YANG MERAPAT KE SISI KITAkupandang kelam yang merapat ke sisi kita;siapa itu di sebelah sana, tanyamu tiba-tibamalam berkabut seketika; barangkali menjemputkubarangkali berkabar penghujan itukita terdiam saja di pintu; menungguatau ditunggu, tanpa janji terlebih dahulu;kenalkah ia padamu, desakmu kemudian sepiterbata-bata menghardik berulang kalibaying-bayangnya pun hampir sampai di sini; janganucapkan selamat malam; undurlah pelahanpastilah sudah gugur hujandi hulu sungai itu; itulah Saat itu, bisikkukukecup ujung jarimu; kau pun menatapkubunuhlah ia, suamiku kutatap kelam itubaying-bayang yang hampir lengkap mencapaikulalu kukatakan mengapa Kau tegak di situ1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 25BUNGA-BUNGA DI HALAMANmawar dan bunga rumputdi halaman; gadis yang kecildunia kecil, jari begitukecil menudingnyamengapakah perempuan suka menangisbagai kelopak mawar, sedangrumput liar semakin hijau swaranyadi bawah sepatu-sepatumengapakah pelupuk mawar selaluberkaca-kaca; sementara tangan-tangan lembuthampir mencapainya wahai, meriaprumput di tubuh kita1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 26PERTEMUANperempuan mengirim air matanyake tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulanke landasan cakrawala; kepalanya di atas bantallembut bagai bianglalalelaki tak pernah menolehdan di setiap jejaknya melebat hutan-hutan,hibuk pelabuhan-pelabuhan; di pelupuknya sepasang mataharikeras dan fanadan serbuk-serbuk hujantiba dari arah mana saja cadarbagi rahim yang terbuka, udara yang jenuhketika mereka berjumpa. Di ranjang ini1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 27SONET Xsiapa menggores di langit birusiapa meretas di awan lalusiapa mengkristal di kabut itusiapa mengertap di bunga layusiapa cerna di warna ungusiapa bernafas di detak waktusiapa berkelebat setiap kubuka pintusiapa terucap di celah kata-katakusiapa mengaduh di baying-bayang sepikusiapa tiba menjemputku berburusiapa tiba-tiba menyibak cadarkusiapa meledak dalam diriku siapa Aku1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 28SONET Ywalau kita sering bertemudi antara orang-orang melawat ke kubur itudi sela-sela suara birubencah-bencah kelabu dan unguwalau kau sering kukenangdi antara kata-kata yang lama tlah hilangterkunci dalam baying-bayangdendam remangwalau aku sering kau sapadi setiap simpang cuacahijau menjelma merah menyaladi pusing jantra ku tak tahu kenapa merindutergagap gugup di ruang tunggu1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 29JARAKdan Adam turun di hutan-hutanmengabur dalam dongengandan kita tiba-tiba di sinitengadah ke langit; kosong sepi1968Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 30HUJAN DALAM KOMPOSISI, 1 Apakah yang kau tangkap dari swara hujan, dan daun-daun bougencil basah yangteratur mengetuk jendela? Apakah yang kau tangkap dari bau tanah, dari ricik air yang turundi selokan? Ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan hujan, emmbayangkan rahasiadaun basah serta ketukan yang berulang. “Tak ada. Kecuali baying-bayangmu sendiri yang di balik pintu memimpikan ketukanitu, memimpikan sapa pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik airmenggelincir dari daun dekat jendela itu. Atau memimpikan semacam suku kata yang akanmengantarmu tidur.” Barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan tak lagi puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 31HUJAN DALAM KOMPOSISI, 2Apakah yang kita harapkan dari hujan? Mula-mula ia di udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di pekarangan rumah, dan kembali ke yang kita harapkan? Hujan juga jatuh di jalan yang panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini. bercakap tentang Mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan. Selamat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 32HUJAN DALAM KOMPOSISI, 3dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya terpisah dari hujan1969Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 33VARIASI PADA SUATU PAGIisebermula adalah kabut; dan dalam kabutsenandung lonceng, ketika selembar dauh luruh,setengah bermimpi, menepi ke bumi, luputkaudengarkah juga seperti Suara mengaduh?iidan cahaya yang membasuhmu pertama-tamabernyanyi bagi ca pung, kupu-kupu, dan bunga; Cahayayang menawarkan kicau burung susut tiba-tibapada selembar daun tua, pelan terbakar, tanpa sisaiiimenjelma baying-bayang. Bayang-bayang yang tiba-tiba tersentakketika seekor burung, menyambar ca pungSelamat pagi pertama bagi matahari, risau bergerak-gerakketika sepasang kupu-kupu merendah ke bumi basah, bertarung1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 34MALAM ITU KAMI DI SANA“Kenapa kaubawa aku ke mari, Saudara?” sebuah stasiundi dasar malam. Bayang-bayang putih di sudut peronmenyusur bangku-bangku panjang; jarum-jarum jam tak letihnyameloncat, merapat ke Sepi. Barangkali sajakami sedang menanti kereta yang bisaa tibasetiap kali tiada seorang pun siap memberi tanda-tanda;barangkali saja kami sekedar ingin berada di siniketika tak ada yang bergegas, yang cemas, yang menanti-nanti;hanya nafas kami, menyusur batang-batang rel, mengeras tiba-tiba;sinyal-sinyal kejang, lampu-lampu kuning yang menyusut di udarasementara baying-bayang putih di seluruh ruangan,“Tetapi katakana dahulu, Saudara, kenapa kaubawa aku kemari?”1970Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 35DI BERANDA WAKTU HUJANKau sebut kenanganmu nyanyian dan bukan matahariyang menerbitkan debu jalanan, yang menajamkanwarna-warni bunga yang dirangkaikan yang menghapusjejak-jejak kaki, yang senantiasa berulangdalam hujan. Kau di “Ke mana pula burung-burung itu yang bahkantak pernah kau lihat, yang menjelma semacam nyanyian,semacam keheningan terbang; kemana pula suit daunyang berayun jatuh dalam setiap impian?”Dan bukan kemarau yang membersihkan langit,yang perlahan mengendap di udara kau sebut cintamupenghujan panjang, yang tak habis-habisnyamembersihkan debu, yang bernyanyi di beranda kau duduksendiri, “Di mana pula sekawanan kupu-kupu itu,menghindar dari pandangku; di mana pulaah, tidak!rinduku yang dahulu?”Kau pun di beranda, mendengar dan tak mendengarkepada hujan, sendiri,“Di manakah sorgaku itu nyanyianyang pernah mereka ajarkan padaku dahulu,kata demi kata yang pernah kau hapalbahkan dalam igauanku?” Dan kausebuthidupmu sore hari dan bukan siangyang bernafas dengan sengityang tiba-tiba mengeras di bawah matahari yang basah,yang meleleh dalam senandung hujan,yang puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 36KARTU POS BERGAMBARTAMAN UMUM, NEW YORKDi sebuah taman kausapa New York yang memutih rambutnyaduduk di bangku panjang, berkisahdengan beberapa ekor merpati. Tapi tak disahutnyaanggukmu; tak dikenalnya sopan-santun York yang senjakala, yang Hitam panggilannya,membayangkan diriny turun dari keretadari Selatan nun jauh. Beberapa bunga ceri jatuhdi atas koran hari ini. Lonceng menggoreskan akhir musim puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 37NEW YORK, 1971Hafalkan namamu baik-baik di sini. Setelah bajadan semen yang mengatur langkah kita, lampu-lampudan kaca. Langit hanya dalam batin kita,tersimpan setia dari lembah-lembah di mana kau dan akulahir, semakin biru dalam namamu. Tikungan demi tikunganwarna demi warna tanda-tanda jalanan yang menunjukkea rah kita, yang kemudian menjanjikanarah yang kaburke tempat-tempat yang dulu pernah adadalam mimpi kanak-kanak kita. Berjalanlah merapat temboksambil mengulang-ulang menyebut nama tempatdan tanggal lahirmu sendiri, sampai di persimpanganujung jalan itu, yang menjurus ke segala arahsambil menolak arah, ketika semakin banyak jugaorang-orang di sekitar kita, dan terasa bahwasepenuhnya sendiri. Kemudian bersiaplahdengan jawaban-jawaban kaudengarkah swara-swara itu?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 38DALAM KERETA BAWAH TANAH, CHICAGO“Siapakah namamu?” Barangkali aku setengah tertidur waktu kau tanyakan itu lagi. Bangku-bangku yang separo kosong, beberapa wajah yang seperti mata tombak, dan dari jendela siluet di atas dasar hitam. Aku pun tak pernah menjawabmu, bahkan ketika kautanyakan jam berapa saat kematianku, sebab kau toh tak pernah ada tatkala aku sepenuhnya terjagaBaiklah, hari ini kita namakan saja ia ketakutan, atau apa sajalah. Di saat lain barangkali ia menjadi milik seorang pahlawan, atau seorang budak, atau Pak Guru yang mengajar anak-anak bernyanyi – tetapi manakah yang lebih deras denyutnya, jantung manusia atau arloji? yang bisaa menghitung nafas kita, ketika seorang membayangkan sepucuk pestol teracu ke arahnya? Atau tak usah saja kita namakan apa-apa; kau pun sibuk mengulang-ulang pertanyaan yang itu-itu juga, sementara aku hanya separo terjagaSeandainya -1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 39KARTU POS BERGAMBARJEMBATAN “GOLDEN GATE”, SAN FRANSISCOkabut yang likat dan kabut yang pupurlekat dan grimis pada tiang-tiang jembatanmatahari menggeliat dan kembali gugurtak lagi di langit! berpusing di pedih lautan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 40JANGAN CERITAKANbibir-bibir bunga yang pecah-pecahmengunyah matahari,jangan ceritakan padaku tentang dinginyang melengking malam-malam – lalu mengembun1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 41TULISAN DI BATU NISANtolong tebarkan atasku baying-bayang hidup yang lindapkalau kau berziarah ke maritak tahan rasanya terkubur, megapdi bawah terik si matahari1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 42MATA PISAUmata pisau itu tak berkejap menatapmu;kau yang baru saja mengasahnyaberpikir; ia tajam untuk mengiris apelyang tersedia di atas mejasehabis makan malam;ia berkilat ketika terbayang olehnya urat puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 43TENTANG MATAHARIMatahari yang di atas kepalamu ituadalah balon gas yang terlepas dari tanganmuwaktu kau kecil, adalah bola lampuyang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-suratyang teratur kau terima dari sebuah Alamat,adalah jam weker yang berderingsaat kau bersetubuh, adalah gambar bulanyang dituding anak kecil itu sambil berkata“Ini matahari! Ini matahari!” –Matahari itu? Ia memang di atas sanasupaya selamanaya kau menghelabaying-bayangmu puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 44BERJALAN KE BARATWAKTU PAGI HARIwaktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakangaku berjalan mengikuti baying-bayangku sendiri yang memanjang di depanaku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan baying-bayangaku dan baying-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 45CAHAYA BULAN TENGAH MALAMaku terjaga di kursi ketika cahaya bulan jatuh di wajahku dari genting kacaadakah hujan sudah reda sejak lama?masih terbuka koran yang tadi belum selesai kubacaterjatuh di lantai; di tengah malam itu ia nampak begitu dingin dan fana1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 46NARCISSUSseperti juga aku namamu siapa, bukan?pandangmu hening di permukaan telaga dan rindumu dalamtetapi jangan saja kita bercintajangan saja aku mencapaimu dan kau padaku menjelmaatau tunggu sampai angina melepaskan selembar daundan jatuh di telaga pandangmu berpendar, bukan?cemaskah aku kalau nanti air bening kembali?cemaskah aku kalau gugur daun demi daun lagi?1971Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 47CATATAN MASA KECIL, 1 Ia menjenguk ke dalam sumur mati itu dan tampak garis-garis patah dan berkas-berkas warna perak dan kristal-kristal hitam yang pernah disaksikannya ketika ia sakit danmengigau dan memanggil-manggil ibunya. Mereka bilang ada ular menjaga di dasarnya. Iamelemparkan batu ke dalam sumur mati itu dan mendengar suara yang pernah dikenalnyalama sebelum ia mendengar tangisnya sendiri yang pertama kali. mereka bilang sumur matiitu tak pernah keluar airnya. Ia mencoba menerka kenapa ibunya tidak pernah mempercayai puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono 48CATATAN MASA KECIL, 2 Ia mengambil jalan pintas dan jarum-jarum rumput berguguran oleh langkah-langkahnya. Langit belum berubah juga. Ia membayangkan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga lalu berpikir apakah burung yang tersentak dari ranting lamtara itu pernahmenyaksikan rahang-rahang laut dan rahang-rahang bunga terkam menerkam. Langit belumberubah juga. Angin begitu ringan dan bisa meluncur ke mana pun dan bisa menggoda lautsehabis menggoda bunga tetapi ia bukan angina dan ia kesal lalu menyepak sebutir yang terpekik di balik semak. Ia tak mendengarnya. Ada yang terpekik di balik semak dan gemanya menyentuh sekuntum bunga lalutersangkut pada angina dan terbawa sampai ke laut tetapi ia tak mendengarnya dan iamembayangkan rahang-rahang langit kalau hari hampir hujan. Ia sampai di tanggul sungaitetapi mereka yang berjanji menemuinya ternyata tak ada. Langit sudah berubah. Iamemperhatikan ekor srigunting yang senantiasa bergerak dan mereka yang berjanjimengajaknya ke seberang sungai belum juga tiba lalu menyaksikan butir-butir hujan mulaijatuh ke air dan ia memperhatikan lingkaran-lingkaran itu melebar dan ia membayangkanmereka tiba-tiba menge pungnya dan melemparkannya ke air. Ada yang memperhatikannya dari seberang sungai tetapi ia tak melihatnya. MASA KECIL, 3 49Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko DamonoIa turun dari ranjang lalu bersijingkat dan membuka jendela lalu menatap bintang-bintang seraya bertanya-tanya apa gerangan yang di luar semesta dan apa gerangan yang di-luar semesta dan terus saja menunggu sebab serasa ada yang akan lewat memberitahukan halitu padanya dan ia terus bertanya-tanya sampai akhirnya terdengar ayam jantan berkokok tigakali dan ketika ia menoleh nampak ibunya sudah berdiri di belakangnya berkata “biar kututupjendela ini kau tidurlah saja setelah semalam suntuk terjaga sedang udara malam jahat sekaliperangainya?1971AKUARIUM 50Manuskrip puisi “Hujan Bulan Juni” Sapardi Djoko Damono